Dari Garam Jadi Energi

Dari Garam Jadi Energi - Hallo sahabat Punya Kamu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Dari Garam Jadi Energi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel baterai, Artikel daya listrik, Artikel energi alternatif, Artikel Indonesia, Artikel sektor energi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Dari Garam Jadi Energi
link : Dari Garam Jadi Energi

Baca juga


Dari Garam Jadi Energi

Indonesia. Negeri matahari yang tak pernah lelah bersinar sepanjang tahun. Tapi ironisnya, kurang dari 1% potensi energi surya kita benar-benar dimanfaatkan.

Angin bertiup kencang dari pesisir selatan Jawa hingga pegunungan Nusa Tenggara, tetapi kontribusinya dalam campuran energi nasional? Hanya 0,2%. Jauh tertinggal dari rata-rata dunia yang sudah melebihi 10%.

Di banyak pelosok desa, listrik masih menjadi kemewahan. Malam hanya diterangi beberapa jam cahaya, sisanya gelap—bukan karena bangsa ini tidak punya mimpi, tapi karena teknologi penyimpanan energi masih terlalu mahal, terlalu rumit, dan terlalu bergantung pada rantai pasok dunia yang mudah goyah.

Dan kita terus mengejar hal yang sama. Nikel lagi, nikel lagi Seolah masa depan hanya bisa dibangun dari satu logam, satu arah, satu narasi.

Sekarang bayangkan skenario lain. Baterai yang dibuat dari bahan sederhana seperti garam, diproduksi secara lokal, murah, aman, dan cukup kuat untuk menyimpan energi matahari sepanjang hari. Teknologi ini bukan khayalan. Ia sudah ada, dan namanya adalah baterai natrium-ion.

Baterai Natrium: Kesempatan Kedua yang Tidak Boleh Disia-siakan

Indonesia tampak sedang berlomba membangun ekosistem kendaraan listrik nasional. Fokusnya besar: lithium dan nikel. Dua logam yang katanya " emas baru ." Kami bangga sebagai pemilik salah satu cadangan nikel terbesar di dunia, dan sekarang sibuk membangun industri baterai dari hulu ke hilir.

Tapi di balik gemerlap itu, ada yang terlupa: tidak semua masa depan harus bergantung pada logam mahal dan langka. Apalagi jika harus merusak alam secara ugal-ugalan.

Ada tren baru di dunia baterai, yaitu baterai natrium. Baterai ini menggunakan natrium, unsur yang dapat diperoleh dari air laut atau garam dapur. Penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Sumber Daya, Konservasi dan Daur Ulang oleh Shan Zhang dan rekan-rekannya dari Swedia dan Belanda menunjukkan bahwa dengan kinerja optimal dan didukung listrik bersih, baterai natrium bisa mengurangi emisi karbon hingga 57% dibandingkan kondisi saat ini. Bahkan, emisinya bisa lebih rendah daripada baterai lithium.

Secara performa memang masih belum sejajar, namun penelitian terbaru yang diterbitkan di Nature Reviews Materials menunjukkan bahwa baterai Sodium-Ion (SIB) memiliki potensi untuk mengurangi ketergantungan pada lithium dan kobalt, yang pasokannya terbatas dan harganya fluktuatif. Selain itu, SIB menunjukkan kinerja yang kompetitif dengan baterai lithium-ion dalam hal efisiensi dan daya tahan.

Secara teori, jenis baterai ini tentu lebih murah, lebih aman, dan tidak memerlukan bahan langka seperti kobalt atau lithium.

Ketika Fokus Berlebihan Bisa Jadi Bumerang

Tidak bisa dipungkiri, kebijakan kita hari ini terlalu condong: semua fokus pada nikel dan lithium. Padahal, ketergantungan pada satu jenis teknologi menyimpan risiko besar. Terutama terkait pertambangan ini, misalnya kerusakan lingkungan. Tambang nikel di Indonesia meninggalkan jejak yang nyata. Hutan hilang, sungai tercemar, masyarakat adat kehilangan ruang hidup. Kemudian, harga lithium melonjak tajam.

Ketika dunia beralih ke alternatif lain, kita bisa kehilangan arah. Dan yang terakhir, keadilan yang terancam. Terlalu fokus pada baterai mahal untuk mobil listrik membuat kebutuhan dasar seperti pasokan listrik pedesaan dan penyimpanan PLTS rumah tangga tetap tidak terpenuhi.

Oleh karena itu, baterai natrium menawarkan alternatif lain. Bukan untuk menggantikan, tetapi untuk melengkapi. Untuk memenuhi kebutuhan energi rakyat biasa, yang tidak membutuhkan Tesla, tetapi membutuhkan lampu yang tetap menyala saat malam tiba.

Mengapa Indonesia Harus Jadi Pemain, Bukan Penonton

Indonesia adalah negeri laut. Bahkan, orang mengatakan, " Kakek nenekku adalah seorang pelaut! ". Kita dikelilingi oleh air asin. Kita memiliki limbah kimia industri yang dapat dipurnikan menjadi natrium. Kita memiliki kampus, laboratorium, dan pemuda muda yang siap membangun teknologi masa depan.

Tapi kita belum memiliki pabrik baterai natrium. Bahkan risetnya pun masih sedikit. Sementara negara lain sudah berlari, kita masih sibuk dengan logam yang harganya ditentukan pasar global. Di Tiongkok ada CATL yang telah merilis generasi pertama baterai natrium-ion pada tahun 2021. Di India ada Faradion yang telah mengembangkan Baterai SIB dengan kinerja setara LFP (lithium iron phosphate) tetapi lebih aman dan murah. Tanpa kobalt atau lithium sama sekali. Di Swedia ada Altris AB yang menjalin kerja sama dengan Northvolt dan beberapa mitra Eropa untuk mengembangkan baterai natrium-ion tanpa bahan kritis. Juga tentu saja HiNa Battery Technology, spin-off dari Chinese Academy of Sciences yang telah mencapai produksi massal SIB, termasuk pengembangannya untuk bus listrik secara global.

Saatnya Indonesia memikirkan kembali. Bukan berarti meninggalkan nikel dan lithium, tetapi mulai mendiversifikasi.

Oleh karena itu, Indonesia melalui para pejabatnya kini perlu mendorong riset nasional tentang baterai natrium. Dengan memberi ruang bagi startup dan industri kecil untuk bereksperimen dengan teknologi penyimpanan baru, serta mengembangkan aplikasinya secara lokal untuk motor listrik, PLTS desa, maupun penyimpanan energi sekunder di sekolah-sekolah terpencil.

Dan yang paling penting: memanusiakan teknologi . Energi bukan hanya tentang angka dan pabrik. Ia tentang kehidupan banyak orang. Tentang ibu-ibu yang bisa menyetrika tanpa khawatir pemadaman listrik, anak-anak yang bisa belajar tanpa lilin, nelayan yang bisa mendinginkan ikan hasil tangkapan.

Energi untuk Semua, Bukan untuk Segelintir

Saat ini, kita memiliki kesempatan langka: ikut serta merancang masa depan energi dunia dengan pendekatan yang lebih adil, murah, dan ramah lingkungan. Baterai natrium adalah kesempatan kedua kita. Dan seperti semua peluang baik, ia datang secara diam-diam, tanpa perhatian, tetapi menjanjikan dampak besar. Maka, yang kita butuhkan hanya satu hal: keberanian untuk melihat ke arah lain.



Demikianlah Artikel Dari Garam Jadi Energi

Sekianlah artikel Dari Garam Jadi Energi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Dari Garam Jadi Energi dengan alamat link https://www.punyakamu.com/2025/07/dari-garam-jadi-energi.html

0 Response to "Dari Garam Jadi Energi"

Post a Comment