Judul : Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya'
link : Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya'
Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya'
Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang juga merupakan seorang dokter, Marwan Al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel, Rabu (02/07). Dalam serangan tersebut, istri dan beberapa anaknya juga tewas.
Putri Al-Sultan, Lubna, mengatakan rudal pesawat tempur F-16 menargetkan kamar ayahnya.
"Persis di tempat dia berada, tepat mengarah kepadanya," kata Lubna kepada kantor berita. Associated Press
"Semua kamar di rumah itu utuh kecuali kamarnya yang terkena rudal," katanya.
Mengenai serangan udara tersebut, otoritas militer Israel (IDF) mengklaim bahwa rudal mereka menargetkan "teroris utama" dari Hamas di wilayah Gaza. IDF mengklaim prihatin terhadap warga sipil yang terluka dan berjanji "akan memitigasi risiko sebanyak mungkin".
Putri dokter Al-Sultan mengatakan ayahnya tidak terlibat dengan kelompok milisi apa pun.
"Dia hanyalah orang yang khawatir terhadap semua pasien yang pernah ia rawat selama perang," katanya.
Dr. Al-Sultan adalah direktur Rumah Sakit Indonesia, yang telah dinyatakan tidak lagi beroperasi. Penyebabnya, menurut PBB, adalah "serangan Israel yang berulang dan kerusakan struktural yang terus-menerus".
IDF pada berbagai kesempatan mengakui telah melancarkan serangan ke rumah sakit tersebut. Alasan yang mereka ajukan, rumah sakit itu merupakan bagian dari "infrastruktur kelompok teror".
Tuduhan tersebut telah beberapa kali dibantah oleh otoritas kesehatan Gaza, kelompok tenaga medis lintas negara, dan juga PBB.
Menurut laporan PBB, tidak ada lagi rumah sakit yang berfungsi di wilayah Gaza utara, termasuk Rumah Sakit Indonesia.
Rumah Sakit Indonesia di Gaza dibangun sejak 2011 dengan dana yang berasal dari donasi masyarakat serta sejumlah organisasi seperti Palang Merah Indonesia dan Muhammadiyah. Donasi tersebut dikumpulkan oleh Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C).
"Rumah sakit ini sangat penting bagi kedua negara, yaitu momen dan simbol kerja sama serta persahabatan antara Indonesia dan Palestina karena Palestina selalu ada di hati kami," kata Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia, saat upacara simbolis di Jakarta, Januari 2016.

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengecam serangan Israel yang menewaskan dokter Al-Sultan, dalam pernyataan resmi, Kamis (03/07).
"Indonesia mengapresiasi jasa, komitmen, dan perjuangan beliau bagi kemanusiaan serta bagi perdamaian di Palestina," demikian pernyataan resmi tersebut.
Profil dan riwayat dokter Al-Sultan
Selain menjabat sebagai orang nomor satu di Rumah Sakit Indonesia di Gaza, dokter Al-Sultan juga berstatus sebagai ahli bedah jantung.
Lembaga kemanusiaan Mer-C menyebut Al-Sultan "terus-menerus memimpin Rumah Sakit Indonesia di bawah situasi yang sulit, menyediakan layanan medis penting bagi rakyat Palestina meskipun terus-menerus menghadapi ancaman serangan udara Israel dan keterbatasan sumber daya yang parah".
Saat Israel memblokade rumah sakit itu pada Desember 2024, dokter Al-Sultan keluar dari kompleks fasilitas medis tersebut.
Namun demikian, Al-Sultan tetap tinggal di Gaza utara. Dia sempat kembali bekerja di meja operasi selama periode gencatan senjata, Januari 2025.
Merujuk pada catatan Mer-C, selama memimpin Rumah Sakit Indonesia Al-Sultan, ia menjalin kerja sama dengan berbagai lembaga kemanusiaan dari berbagai negara, antara lain dari Kerajaan Bersatu (United Kingdom), Belanda, Belgia, Kanada, dan Spanyol.
"Di bawah kepemimpinannya, Rumah Sakit Indonesia menjadi pusat perawatan kesehatan yang vital, bukan target militer seperti yang dituduhkan secara keliru oleh narasi Israel," demikian pernyataan Mer-C.
Bagaimana situasi terkini di Gaza?
Di seluruh Gaza, setidaknya 139 orang tewas akibat operasi militer Israel dalam 24 jam sebelum tengah hari pada hari Rabu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Di kawasan al-Mawasi di Khan Younis, setidaknya lima orang tewas. Banyak anak-anak yang terluka dalam serangan Israel terhadap tenda yang menampung para pengungsi, menurut laporan sejumlah kantor berita.
Keluarga korban tewas mengatakan, serangan itu terjadi pada pukul 00.40 waktu setempat—saat para korban sedang tidur.
Seorang warga bernama Tamam Abu Rizq berkata kepada AFP , serangan itu "menimbulkan guncangan seperti gempa bumi". Dia "keluar dan menemukan tenda terbakar".
Daerah al-Mawasi dinyatakan sebagai "zona aman" oleh militer Israel. Namun PBB menyebut 80% wilayah Gaza sebagai zona militer Israel atau berada di bawah perintah evakuasi.
"Para pengungsi datang ke sini dan mengira daerah ini adalah aman, tapi mereka dibunuh... Apa salah mereka?" kata Abu Rizq.
Di tempat kejadian, dikelilingi oleh reruntuhan dan tumpukan barang-barang pribadi, seorang pria mengangkat sebungkus popok dan berteriak, "Apakah ini senjata?"

Video yang direkam oleh kantor berita AFP menunjukkan orang-orang turun dari mobil di depan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis. Mereka berlari masuk ke rumah sakit itu sambil menggendong anak-anak yang berlumuran darah.
Di dalam rumah sakit, anak-anak kecil menangis saat dokter merawat luka mereka.
Dalam video AFP lainnya, sejumlah perempuan terlihat menangis di atas jenazah kerabat mereka dalam pemakaman di rumah sakit tersebut.
"Siapa pun dari agama apa pun harus mengambil tindakan dan berkata: Cukup! Hentikan perang ini!" kata Ekram al-Akhras, yang kehilangan beberapa sepupu dalam salah satu serangan tersebut.
Di Kota Gaza, empat orang lainnya dari keluarga yang sama tewas dalam serangan udara Israel di sebuah rumah.
Empat orang yang tewas adalah Ahmed Ayyad Zeno, istrinya Ayat Zeno, dan putri mereka, Zahra Zeno dan Obaida Zeno, menurut kantor berita Palestina WAFA.
BBC telah menghubungi IDF untuk memberikan komentar mengenai kedua peristiwa tersebut, tetapi belum mendapat jawaban.
Anak-anak Gaza berharap mati bersama orang tua mereka
Rachel Cummings, yang bekerja di Gaza bersama Save the Children, mengatakan bahwa di tempat-tempat ramah anak milik lembaga amal tersebut, banyak anak-anak Gaza "ingin mati" agar tetap bisa bersama ibu atau ayah mereka yang telah meninggal atau agar bisa mendapatkan makanan dan air.
Suhu di Gaza dalam beberapa hari terakhir mencapai 30 derajat Celsius.
Sejumlah orang yang tidak lagi memiliki tempat tinggal kini tinggal di tenda-tenda. Mereka mengatakan bahwa mereka berjuang untuk tetap merasa sejuk, meskipun tanpa listrik atau kipas angin dan akses terbatas terhadap air.
Warga bernama Reda Abu Hadayed mengatakan, mereka menghadapi suhu panas yang "tak tergambarkan". Banyak anak tidak bisa tidur, katanya.
"Mereka menangis sepanjang hari hingga matahari terbenam, ketika suhu sedikit menurun, lalu mereka tidur," katanya.
"Ketika pagi tiba, mereka mulai menangis lagi karena panas."
Demikianlah Artikel Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya'
Anda sekarang membaca artikel Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya' dengan alamat link https://www.punyakamu.com/2025/07/direktur-rumah-sakit-indonesia-di-gaza.html
0 Response to "Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza tewas dalam serangan Israel – 'Rudal menargetkan kamarnya'"
Post a Comment