Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?

Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi? - Hallo sahabat Punya Kamu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel berita, Artikel insiden, Artikel kasus kriminal, Artikel kejahatan, Artikel kriminologi, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?
link : Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?

Baca juga


Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?

Terbaik untukmu , Jakarta - Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal ( Bareskrim ) Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mengunjungi Polda NTB di Kota Mataram, Kamis, 10 Juli 2025. Ia langsung meminta penyidik memaparkan penanganan kasus kematian Brigadir MN alias Nurhadi .

Djuhandhani dan tim dari Pusat ini bertemu dengan jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.

"Kami dari Direktorat Tipidum Bareskrim Polri (datang) untuk melaksanakan asistensi mengenai penyidikan yang dilakukan Polda NTB (kasus kematian Brigadir MN)," kata Brigjen Djuhandhani seperti dikutip Antara .

Dia mengatakan sudah mendengar paparan langsung dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat mengenai perkembangan penyelidikan kasusnya.

"Jadi, tadi sudah dijelaskan dan tentu saja ada hal-hal lain (meminta) berbagai penjelasan lebih lanjut mengenai kasus tersebut," katanya.

Dalam mendengar paparan tersebut, tim Bareskrim tetap menyoroti rangkaian penyidikan yang kini telah memasuki tahap satu atau pelimpahan berkas milik tiga tersangka yang telah selesai diserahkan kepada jaksa peneliti.

Kami membuktikan secara kredibel, akuntabel, dan diperkuat dengan bukti acara ilmiah (Ilmuwan). Untuk lebih jelasnya, (ada) petunjuk-petunjuk atau bantuan yang telah saya sampaikan ke dirkrimum," katanya.

Mengenai adanya kejanggalan maupun kesalahan dalam rangkaian penyidikan tersebut, Brigjen Djuhandhani enggan memberikan tanggapan.

Sikap demikian juga ditunjukkan Kombes Syarif Hidayat saat disinggung mengenai kesimpulan ahli forensik bahwa korban Muhammad Nurhadi meninggal akibat tulang pangkal lidah patah.

"Sudah ada tersangka, sudah ditahan kok ya," katanya sambil meninggalkan kerumunan wartawan dan masuk ke dalam kendaraan.

Tiga tersangka dalam kasus ini adalah dua mantan perwira Polda NTB, berinisial Kompol Y dan Ipda HC, serta seorang wanita berinisial M yang turut berada di lokasi kejadian. Mereka ditahan di Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Polda NTB.

Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat sebelumnya mengatakan penyidik telah menemukan sedikitnya dua alat bukti yang memperkuat perbuatan pidana ketiga tersangka terkait dugaan penganiayaan dan kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Bukti tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan 18 saksi dan sejumlah ahli. Salah satu yang memperkuat adalah analisis tim forensik yang menyimpulkan bahwa Brigadir MN meninggal akibat dicekik.

Analisis tersebut diperoleh tim forensik berdasarkan hasil otopsi dari penggalian kubur Brigadir MN di wilayah Narmada, Kabupaten Lombok Barat.

Namun hingga saat ini, polisi belum mengungkap motif dua perwira yang menganiaya bawahan mereka.

Penyidik dalam berkas perkara menerapkan sangkaan Pasal 351 ayat (3) yaitu tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan Pasal 359 bersama Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal.

Pernah terhambat

Penyelidikan kasus kematian Brigadir Nurhadi sempat terhambat. Kompol Y dan Ipda HC yang berada di lokasi kematian korban pada 16 April 2025, membela bahwa bawahan mereka itu meninggal karena tenggelam.

Sementara itu, pihak keluarga yang mencurigai karena melihat ada memar pada tubuh korban mulai bersuara. Keanehan lain adalah kolam renang tempat korban meninggal hanya berkedalaman 1,5 meter sementara Nurhadi mampu berenang sebagaimana polisi umumnya.

Pada 1 Mei 2025, Polda NTB melakukan ekshumasi terhadap jenazah Brigadir Nurhadi untuk melakukan autopsi. Hasilnya, terungkap adanya tanda-tanda kekerasan, yang mengarah pada dugaan bahwa Brigadir Nurhadi meninggal akibat penganiayaan sebelum 'jatuh' ke dalam kolam.

Setelah hasil otopsi diterima, pada 18 Mei 2025, Kompol Y dan Ipda HC ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, pada 19 Mei 2025, M, yang juga berada bersama mereka saat kejadian, turut ditetapkan sebagai tersangka. Pada 27 Mei 2025, Kompol Y dan Ipda HC mengikuti sidang etik dan dinyatakan bersalah, sehingga dipecat dengan tidak hormat dari kepolisian.

Mengapa Pondok Pesantren Rentan Terhadap Kekerasan Seksual



Demikianlah Artikel Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?

Sekianlah artikel Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi? dengan alamat link https://www.punyakamu.com/2025/07/mengapa-direktur-bareskrim-turun-tangan.html

0 Response to "Mengapa Direktur Bareskrim Turun Tangan dalam Kasus Brigadir Nurhadi?"

Post a Comment