Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi

Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi - Hallo sahabat Punya Kamu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Berita lokal, Artikel bisnis, Artikel konstruksi, Artikel mebel, Artikel perdagangan, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi
link : Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi

Baca juga


Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi

Laporan Wartawan Terbaik untuk Anda, Ahmad Syarifudin

Terbaik untukmu, SOLO - Sri Kayu menjadi salah satu program prioritas pada masa kepemimpinan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka.

Bangunan ini direncanakan menjadi pusat industri yang menghasilkan produk berkualitas ekspor.

Namun, Ketua Koperasi Mentari Sumarji mengungkapkan bahwa para pedagang kesulitan beralih dari hanya finishing menjadi produksi mulai dari nol untuk mengejar pasar ekspor.

"Memang sangat sulit untuk mengalihkan pedagang menjadi pengrajin terlebih dahulu. Diadakan pelatihan agar mereka menjadi pengrajin. Namun kenyataannya agak sulit. Dulu para pedagang membeli barang setengah jadi, melakukan finishing, lalu menjualnya. Mereka tidak memproduksi dari awal. Dengan adanya Sri Kayu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Supaya mandiri meningkat, jika bisa mengekspor. Tapi dalam perjalanan agak sulit mencari orang yang kompeten dalam mengelola produksinya itu," katanya.

Ia juga menceritakan bagaimana perputaran ekonomi di Pasar Mebel Gilingan di Jalan Kolonel Sutarto, Gilingan, Banjarsari ini sudah berjalan dengan baik.

Para pedagang membeli furnitur mentah lalu dilakukan finishing.

"Ya, ekonomi bagus kan pasar (sebelum dibangun). Masuk dan keluar bagus sekali. Pasar dengan 60 kios penghuni," katanya.

Kemudian pemerintah berencana membangun Sri Kayu untuk mengejar pasar ekspor.

Sementara itu, para pedagang yang menempati Pasar Mebel Gilingan direlokasi ke Pasar Mebel Eks-Bong Mojo.

Untuk bisa masuk ke Sri Kayu, pemerintah memfasilitasi para pedagang dengan mendirikan koperasi dan mengadakan pelatihan.

"Dulunya sebelum dibangun, ada hingga 60 pengrajin. Dengan dibangunnya ini, maka dibuatkan Pasar di Bong Mojo. Untuk 60-an kios juga. Semua mendapatkan di sana. Untuk masuk ke IKM tidak semua masuk. IKM dibentuk Koperasi Mentari," jelasnya.

Ia mengakui awalnya sebagian besar pedagang menolak rencana ini.

Mereka ingin tetap tinggal di Pasar Mebel Gilingan.

Namun, dari beberapa dialog, keputusan pemerintah tidak bisa ditawar.

"Ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Ada yang ingin dipindahkan dan ada yang tidak ingin. Ada pro dan kontra. Jika proses dialog dilakukan beberapa kali di balai kota, tempatnya Pak Wakil Wali Kota. Pak Wali Kota sendiri tidak pernah bertemu dan tidak pernah berdialog. Jika keinginan mayoritas lebih dari 50 persen dibangun tapi dikembalikan seperti semula. Mau begitu. Tapi dari pemerintah tidak bisa. Harus keluar dari sini dibuatkan pasar baru. Dibangun lagi di Bong Mojo," jelasnya.

Setelah 6 bulan berjalan, mereka justru kesulitan beradaptasi dengan berbagai mesin canggih dan gedung mewah di Sri Kayu.

Hingga kini belum ada transaksi sepeser pun yang dihasilkan dari Sri Kayu.

"Kendalanya SDM. Dari teman-teman kurang. Tidak mampu. Dulunya hanya menjadi pedagang jualan saja. Tidak memproduksi sejak awal. Mesinnya semua canggih, bagus SDM tidak memenuhi ya tidak bisa. Mindset teman-teman tidak bisa. Kenyataannya sulit," katanya.

Menurutnya, akan jauh berbeda jika pembangunan sentra industri semacam ini dibangun di lingkungan pengrajin.

Bukan di lingkungan pedagang yang lebih berorientasi pada menjual daripada produksi.

"Dulunya, ketika berdirinya di kampung pengrajin, manfaatnya sangat besar bagi mesin-mesin tersebut. Berdirinya IKM ini di tengah-tengah kampung yang tidak memproduksi, hanya sebagai pedagang. Contohnya, berdirinya IKM ini, daerah Kalioso satu kecamatan semuanya pengrajin mendapat manfaat besar bagi mesin-mesin ini. Di Jawa Timur, Nganjuk satu kampung pengrajin semuanya. Jika di sini, dilema tidak ada pengrajinnya. Manfaatnya kurang," jelasnya.

Sementara itu, Pasar Mebel Eks-Bong Mojo juga sepi karena tidak ada promosi.

Bahkan hingga kini belum ada peresmian pasar yang dibangun di Jalan Mojo, Jebres ini.

Letaknya yang tidak strategis membuat pasar ini sulit diakses.

"Teman-teman mengalami penurunan drastis. Pasar baru memang sulit untuk kembali seperti semula. Apalagi lokasinya terlalu dalam. Pemerintah juga kurang melakukan sosialisasi. Dari pasar harus ada acara promosi agar pasar baru kembali dikenal. Tidak ada (upaya promosi). Malah saya dengar dari teman-teman bahwa pasar tersebut belum pernah diresmikan. Itu juga menjadi kendala. Bagaimana promosinya jika tidak ditangani secara serius oleh pemerintah," katanya.

(*)



Demikianlah Artikel Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi

Sekianlah artikel Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi dengan alamat link https://www.punyakamu.com/2025/07/rodok-nasib-sri-kayu-dan-pasar-mebel.html

0 Response to "Rodok Nasib Sri Kayu dan Pasar Mebel Eks-Bong Mojo Solo: Ramai Sebelum Dibangun, Kini Semakin Sepi"

Post a Comment